Surat Nona — 1

Aya Canina
4 min readMar 12, 2024

Kepada: Sharah, Vania, Rini, Wulan, Kyra, Tita, Salma, Naomi, Via

Jatinegara, 8 Maret 2024

Kata Nona Vol. 1
Merayakan Perempuan dan Puisi

Aku ingat Jum’at pagi itu, bangun dengan cara yang jauh dari namaste. Kaget karena bermimpi teman kecilku, tetangga depan rumahku di komplek sebelum rumahku yang sekarang, datang kepadaku sebagai seorang psikolog. Kakak laki-lakinya dokter, putih cindo dengan tubuh tegap meyakinkan. Mereka berdua bilang, “kami sedang menunggu sepupu kami, Cinta Laura. Nanti kamu ikut ngobrol sama kita, ya.”.

Di dunia nyata, temanku memang seorang psikolog, kakak laki-lakinya memang dokter. Tapi gak pernah kutahu ada Cinta Laura dalam keluarga besar mereka.

Mimpi-mimpi absurd ini, yang kadang medioker kadang nyentrik, kerap tidak tercatat dan akan segera terlupakan dua-tiga hari kemudian. Hidup berlanjut, kita terus jadi budak dari kenyataan yang memenjarakan kita. Setiap malam saat tidur kesekian ribu kali, alam bawah sadar kita bersiap memutar lagi obsesi lain yang tidak kesampaian. Nongkrong bareng Cinta Laura, misalnya.

Di meja kecil ruang belakang Kongsi 8 kemarin, aku memang tidak bertanya mimpimu semalam, caramu bangun pagi itu, apalagi obsesimu. Kalau mau, kamu bisa coba mengingatnya sekarang. Detail-detail semacam itu akan membawamu kepada apa yang sudah kita bahas kemarin: menamai emosi.

Siang ini, ketika aku menulis surat ini, aku merasa tenang. Bekasi 31°c, gerimis kecil. Aku seperti melihat kalian di satu genangan hujan, seperti ikan-ikan kecil sedang mandi walau tahu setiap hari tubuhnya kena air. Persis sore itu, kita duduk di satu meja, saling membasuh walau paginya sudah mandi. Teh dan oksigen, air dan udara terasa berbeda saat itu.

Sharah membawa Museum Masa Kecil karya Avianti Armand, penyair perempuan favoritku (aku akan terus bilang begitu setiap ditanya siapa penyair perempuan favoritmu). Kita tertawa melihat jahitan buku itu lepas (mungkin memang harus lepas supaya kita tertawa). Di Tebet, Sharah, orang-orang bisa punya banyak pilihan lain selain di Kokas, sementara sisi-sisi jalan Harapan Indah yang luas dan panjang itu kurasa bisa jadi tempat aman kalau tiba-tiba kamu ingin menangis setelah mendengar lagu-lagu suatu band yang vokalisnya cabut itu (haha).

Vania dan UPI-nya membawa ingatanku pada tahun-tahun dewasa muda yang penuh kebebasan semu (kebebasan mestinya tidak semu). Aku sering belanja di BORMA Setiabudi lalu nongkrong di kafe Northwood di Gegerkalong. Ada warteg enak dan jus yang disajikan bukan di gelas, melainkan plastik, dekat Daarut Tauhiid. Kineruku dan rumah-rumah elit kawasan Hegarmanah. Manggung di seputaran Isola UPI. Aku pernah ada di sana, masa-masa indah yang penuh gegap gempita, tapi juga darah. Vania, aku akan selalu memberimu selamat untuk keberhasilanmu lepas dari laki-laki abusive manipulatif itu. Kita tidak akan pernah siap akan sesuatu. Satu-satunya yang kita punya dan harus terus diupayakan adalah keberanian.

Rini–Kak Rini, aku memanggilmu begitu. Akhirnya kita jumpa setelah lama bergerilya di komunitas dan diskusi-diskusi literasi dunia maya. Kamu teduh seperti pohon apa pun di bumi ini. Pohon yang tinggi dan besar, yang pucuk-pucuknya berayun digoyang angin. Aku berharap angin itu bisa jadi temanmu–bukan musuh. Di umur segini, kita memang kerap diliputi pertanyaan apakah Tuhan dan teman sepantaran telah meninggalkan kita. Percaya akan kekuatanmu.

Untuk Wulan yang mengabari kita perihal patah hatinya yang emang-boleh-semanis itu, lanjutkan cita-citamu sampai judul puisi ke-100. Di Salemba, ada banyak benda dan cuaca yang bisa kamu tulis. Kumpulan puisi yang kamu cetak sendiri itu adalah perkawinan api dan air, luka dan betadine, nyeri dan counterpain. Sejak itu Tuhan sebut kita sia-sia. Itu lirik lagu. Buatmu dan puisimu, aku berdoa semoga tidak ada yang sia-sia.

Kyra! Ampun, haha. Si Tabula Rasa, yang datang tanpa bekal puisi apa-apa, tapi lucunya kamu ambil buku Avianti Armand itu, Perempuan yang Dihapus Namanya–sama dengan yang kubawa. Aku akan mengingat cerita soal bundamu, juga roti isi srikaya yang kamu tawarkan ke anak perempuan peminta-minta itu. Kamu mengingatkanku pada seseorang yang tidak takut pada apa pun kecuali pada keragu-raguannya sendiri. Satu konseling ke konseling lain, satu dosis ke dosis lain. Hidup penuh warna seperti pelangi!

Tita, membawa kitab feminisme masa kini, Ada Serigala Betina dalam Diri Setiap Perempuan karya Ester Lianawati. Aku punya cita-cita membuat forum diskusi buku-buku beliau, termasuk satu itu. Apa yang kuingat darimu adalah pemaknaanmu atas peran istri dalam pendefisian dirimu sebagai seorang perempuan. Kapan-kapan kita bicarakan itu, ya. Terima kasih kentang gorengnya!

Salma, aku lupa mestinya kufoto buku puisi yang kamu bawa dan kukabari Kak Theo. Beliau pasti senang. Kamu bilang kamu merantau dari Kalimantan untuk studimu di STIS (semoga aku gak salah). Apakah kamu akan mengira kalau Wulan juga lama di Kalimantan? (semoga untuk ini aku juga gak salah). Kalian bisa jadi teman baik. Salma, pernah membayangkan jika kamu dilahirkan sebagai hewan, hewan apakah itu? Coba deh bayangkan. Bayangkan saja, tidak perlu dipikirkan matang-matang. Hal-hal lucu akan terlintas di benakmu.

Naomi dari Cijantung. Yang lapar dan yang santuy. Yang tidak membawa buku apa pun dan tetap santuy. Aku ingin punya respon natural atas hidup seperti itu. Aku membayangkan kamu mungkin pernah terburu-buru dan/atau terlambat sampai suatu tempat, tapi rasa bersalah tidak akan menguasaimu berlarut-larut. Hidup memang sederhana, yang rumit itu kitanya.

Kepada Via yang berangkat dari dan pulang ke BSD, pinggir Jakarta. Perjalanan KRL mesti transit di St. Tanah Abang. Aduh, Tanah Abang keras, Via! Aku berkali-kali mengumpat di sana; di peron, di tangga, di eskalator, di halte JakLingko. Berusahalah terus dapat oksigen dan tidak kecopetan. Baru-baru ini aku baca thread X seseorang yang iPhone-nya hilang dari saku jaketnya di stasiun itu. Salam untuk Alda, adikmu. Catatan kecil yang kukasih itu, jangan sampai hilang, ya.

Terakhir, terima kasih sudah jadi bagian dari Kata Nona. Terima kasih sudah berdonasi untuk Kongsi 8 melalui acara ini. Terima kasih sudah bersedia saling mengenal dan mengasihi. Adalah keakraban itu yang mendorongku menulis surat kecil ini. Mungkin kita tidak sadar, tapi pertemuan Kata Nona sedikitnya membuktikan terciptanya persaudaraan antarperempuan.

Selamat Hari Perempuan untuk kita. Sampai jumpa lagi!

Bekasi, 10 Maret 2024

Salam cinta,
Aya Canina

--

--

Aya Canina

buku: Ia Meminjam Wajah Puisi (Basabasi, 2020). instagram: @ayacanina.